Kenapa masa depan menyimpan misteri, karena disanalah kita belajar merencanakan, berikhtiar, berharap, cemas dan ujungnya KehendakNya lah yang menentukan

Rabu, 10 September 2014

Kehamilan Part 2 - Saat Jauh Dari(nya)

Bismillah, Untuk calon mujahid kecilku
Terlalu banyak air mata ini mengalir. Terlalu lama juga jiwa ini terkoyak. Benarlah, 3 hari serasa 3 tahun. Kini, aku sudah berbeda. Pun dengan suamiku. Ikatan semakin menguat, sedangkan jarak semakin jauh. Tak apa. Biarkan aku yang menanggungnya. Sekali lagi, aku. Bukan kamu - bayiku. Bayi kita lebih tepatnya. Karna sudah tak ada lagi yang bisa dan mampu menjadi pelejit semangatku. Kecuali Allah dan dia, si kecil.

Apapun yang tejadi padaku, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi padamu. Kala diri ini sedang penat berpikir ditemani kesendirian dan kesepian. Biarlah, engkau tetap dalam kehangatan. Nikmatilah disana nak. Karna setelah kau keluar, dunia akan keras menempamu. Tempaan itu sangat sakit, bahkan jika kau tak kuat, kau akan jatuh terlempar. Namun percayalah, aku akan selalu bersamamu. Menggenggam erat tanganmu, tersenyum lembut padamu. Melatihmu mengenal dunia. Karna, aku tak ingin kau merasakan hal yang sama sepertiku.

Terimakasih, kau telah membersamaiku nak. Saat aku sendiri, hakikatnya aku tak sendiri. Ada kau yang selalu bersamaku dalam setiap langkahku. Dan aku berjanji, aku yang akan terus mendampingimu – melihat tumbuh kembangmu. Bukan orang lain.


Sendiri telah menyadarkanku pada suatu hal. Aku belajar tentang makna ketegaran, aku belajar untuk menghilangkan keegoisan, aku berusaha untuk mengumpulkan kekuatan. Kekuatan untuk terus mendampingimu, kelak dan selamanya. Dalam perenunganku. Aku menenmukan dua kata yang sekarang menjadi peganganku.

“Nikmatilah dan berdamailah”. Kusampaikan ini padamu, nak. Karna sekali lagi, kau yang akan selalu membersamaiku sekarang ini. Empat bulan yang lalu, kita masih bisa bermanja-manja nak. Tapi tidak untuk saat ini. Sekali lagi, dunia itu keras. Maka kuncinya “nikmati”. Aku akan menikmati segala aktivitas dengan menopang beratmu yang semakin bertambah, sakitnya tendanganmu karna reflex saraf yang sudah mulai aktif, kerasnya desakanmu karna kau ingin segera melihat dunia – menyapa abimu, kakek nenekmu, dan semua orang terdekat di sekitar kita.

Pun dengan engkau. Kini, engkau akan bersamaku menikmati lelahnya mengurus administrasi, capeknya harus lari-lari kesana kemari dan segala bentuk kejumutanku atas berbagai macam revisi. Namun aku percaya engkau kuat nak. Anakku adalah orang yang tegar, anakku adalah orang yang akan selalu mengabdikan dirinya untuk agamaNya. Kami menunggu kedatanganmu nak.

Hal kedua yang akan kuajarkan padamu sekarang ini adalah “berdamailah”. Ya nak, itu yang harus kau lakukan setelah kau menikmati semua kepedihanmu – pun dengan kesenanganmu. Berdamailah pada semua masalah. Berdamailah pada semua tekanan yang kini juga menimpamu – karena banyaknya targetanku. Biarkan saja orang lain di luar sana menuntut kita. Tetap tenanglah, mereka tidak tahu apa yang sekarang kita rasakan. Jadi tak apa nak, kalau kau ingin mengabaikannya. Karna itu salah satu batu kecil yang akan menghambat kesuksesanmu – kesuksesan kita. Kita akan terus bersama. Dengan atau tanpa siapapun. Berdua,


Bantu aku untuk menjadi seorang ibu ya nak. Ajari aku tentang makna pengorbanan. Tolong aku untuk kuat menahan kesendirian. Karna kini, kau kekuatanku. Kau amanah dariNya, yang harus kujaga. Percaya, kita berdua akan mampu bersama-sama melewatinya. Kau bisa merasakan streesku dengan kontraksimu. Pun denganku, aku bisa mengerti perasaanmu dengan gerakan tubuh kecilmu dalam perutku. Aku memang trainer nak, tapi baru pertama kali ini aku mensugesti diri sendiri. Kita bisa, sekali lagi “nikmatilah dan berdamailah”. Malang, 10 sept 2014. 10/09/2014 (Eka)