Bismillah, Untuk calon mujahid kecilku
Terlalu banyak air mata ini mengalir. Terlalu lama juga jiwa ini
terkoyak. Benarlah, 3 hari serasa 3 tahun. Kini, aku sudah berbeda. Pun dengan
suamiku. Ikatan semakin menguat, sedangkan jarak semakin jauh. Tak apa. Biarkan
aku yang menanggungnya. Sekali lagi, aku. Bukan kamu - bayiku. Bayi kita lebih
tepatnya. Karna sudah tak ada lagi yang bisa dan mampu menjadi pelejit
semangatku. Kecuali Allah dan dia, si kecil.
Apapun yang tejadi padaku, aku
tidak akan membiarkan hal itu terjadi padamu. Kala diri ini sedang penat
berpikir ditemani kesendirian dan kesepian. Biarlah, engkau tetap dalam
kehangatan. Nikmatilah disana nak. Karna setelah kau keluar, dunia akan keras
menempamu. Tempaan itu sangat sakit, bahkan jika kau tak kuat, kau akan jatuh
terlempar. Namun percayalah, aku akan selalu bersamamu. Menggenggam erat
tanganmu, tersenyum lembut padamu. Melatihmu mengenal dunia. Karna, aku tak
ingin kau merasakan hal yang sama sepertiku.
Terimakasih, kau telah
membersamaiku nak. Saat aku sendiri, hakikatnya aku tak sendiri. Ada kau yang
selalu bersamaku dalam setiap langkahku. Dan aku berjanji, aku yang akan terus
mendampingimu – melihat tumbuh kembangmu. Bukan orang lain.
Sendiri telah menyadarkanku pada suatu hal. Aku belajar tentang makna
ketegaran, aku belajar untuk menghilangkan keegoisan, aku berusaha untuk
mengumpulkan kekuatan. Kekuatan untuk terus mendampingimu, kelak dan selamanya. Dalam perenunganku. Aku menenmukan dua kata yang sekarang menjadi
peganganku.
“Nikmatilah dan berdamailah”. Kusampaikan ini padamu, nak. Karna
sekali lagi, kau yang akan selalu membersamaiku sekarang ini. Empat bulan yang
lalu, kita masih bisa bermanja-manja nak. Tapi tidak untuk saat ini. Sekali
lagi, dunia itu keras. Maka kuncinya “nikmati”. Aku akan menikmati segala
aktivitas dengan menopang beratmu yang semakin bertambah, sakitnya tendanganmu
karna reflex saraf yang sudah mulai aktif, kerasnya desakanmu karna kau ingin
segera melihat dunia – menyapa abimu, kakek nenekmu, dan semua orang terdekat
di sekitar kita.
Pun dengan engkau. Kini, engkau akan bersamaku menikmati lelahnya
mengurus administrasi, capeknya harus lari-lari kesana kemari dan segala bentuk
kejumutanku atas berbagai macam revisi. Namun aku percaya engkau kuat nak.
Anakku adalah orang yang tegar, anakku adalah orang yang akan selalu
mengabdikan dirinya untuk agamaNya. Kami menunggu kedatanganmu nak.
Hal kedua yang akan kuajarkan padamu sekarang ini adalah “berdamailah”.
Ya nak, itu yang harus kau lakukan setelah kau menikmati semua kepedihanmu –
pun dengan kesenanganmu. Berdamailah pada semua masalah. Berdamailah pada semua
tekanan yang kini juga menimpamu – karena banyaknya targetanku. Biarkan saja
orang lain di luar sana menuntut kita. Tetap tenanglah, mereka tidak tahu apa
yang sekarang kita rasakan. Jadi tak apa nak, kalau kau ingin mengabaikannya.
Karna itu salah satu batu kecil yang akan menghambat kesuksesanmu – kesuksesan
kita. Kita akan terus bersama. Dengan atau tanpa siapapun. Berdua,
Bantu aku untuk menjadi seorang ibu ya nak. Ajari aku tentang makna
pengorbanan. Tolong aku untuk kuat menahan kesendirian. Karna kini, kau
kekuatanku. Kau amanah dariNya, yang harus kujaga. Percaya, kita berdua akan
mampu bersama-sama melewatinya. Kau bisa merasakan streesku dengan kontraksimu.
Pun denganku, aku bisa mengerti perasaanmu dengan gerakan tubuh kecilmu dalam
perutku. Aku memang trainer nak, tapi baru pertama kali ini aku mensugesti diri
sendiri. Kita bisa, sekali lagi “nikmatilah dan berdamailah”. Malang, 10 sept
2014. 10/09/2014 (Eka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar