Tak tahu arah apa yang membuat kita bertemu
Tak tahu gejolak apa sehingga semuanya terasa beku
Ku menyukai syairnya – syair keindahan
Berbalut rasa cinta pada Tuhan
Rasa ini, ku takut untuk mengartikan
Entahlah, apakah salah ketika ada harapan
Waktu, akankah dia mau bersahabat
Menunggu sejenak untuk sama-sama saling terikat
Terlalu takut saat rasa itu menjelma menjadi nyata
Berharap balutan kesibukan akan membuat kita lupa
Perasaan. Harga mati yang tak bisa ditawar. Cinta, tak perlu takut karena itu wajar.
Tulisan ini, sengaja mengalir apa adanya. Mengikuti syair yang memang indah dirasa.
Dengan balutan sastra yang membuat semuanya berbeda. Terkadang kita terhanyut didalamnya.
Indah, namun melenakan. Nikmat, namun menja(t)uhkan.
Mencoba tuk mengerti apa makna cinta yang sebenarnya.
Sakit namun senang. Sedih namun riang.
Entahlah, biarlah waktu yang akan menjawab semua.
Menunggu, meski tak semua orang mau.
Aku, aku terlalu kaku. Aku terlalu malu. Aku terlalu kelu.
Kekaguman yang tak mungkin diungkapkan.
Perasaan yang terbalut dengan penasaran.
Menerka untuk menjawab teka-teki kehidupan.
Pernah ku bertanya pada awan. Bagaimana mendung bisa membuatmu nyaman.
Putih, bersih. Namun detik bisa merubah menjadi kepekatan yang kelam.
Pun dengan cinta dan perasaan. Berharap kenyataan mampu merubah haluan.
Cinta, hanya tinggal menunggu waktu.
Terjaga, padahal kita sama-sama saling merasa.
Menanti, meskipun sebenarnya kita sudah sama-sama saling mengerti.
Entahlah apa aku harus bertemu merpati
menulis pesan singkat untuk mengisyaratkan hati.
Percayalah, jarak yang akan menjaga kita.
Untuk bertemu pada satu titik romansa.
Yang bukan lagi sebuah fatamorgana. 24/01/2014 (Eka)
** Sedang Belajar Menulis Sastra (#iseng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar