Obat itu sama sekali tak meredakan gigiku. Sakit itu memuncak menjelang aku tidur. Mulailah kucalling salah seorang kakak tingkat yang kebetulan mengambil kuliah kedokteran gigi. Banyak hal yang beliau sarankan. Salah satunya adalah berkumur dengan air garam. Sakit itu akhirnya terkalahkan dengan pekatnya malam. Kutahan, meskipun sebenarnya aku tak sanggup. Lelapku mengalahkan sakitku. Berharap segera berganti hari dan menyambut pagi. Mb Zhila, kakak tingkat yang kemarin aku telfon akan memeriksakan kembali gigiku pagi ini. Jam 8 beliau akan menjemputku. Ah selesailah, penderitaan ini akan berakhir #ModeAlayOn.
Tepat jam 8 beliau menghubungi dan menjemput di gang depan kontrakanku. Diajaklah aku kembali ke poli UB. Sebenarnya aku takut bertemu dengan dokter yang biasa menanganiku. Baru datang kemarin, eh datang lagi. Ga percayaan banget sih sama analisa dokter. Bukan ga percaya dok, tapi sakit banget nih gigi. Hmm, ga boleh gengsilah. Mb Zhilapun meyakinkanku untuk pengecekan ulang. Toh itu hak pasien. Diajaklah aku ke poly gigi, lantai 2. Tempat dimana ko'as praktik. Sekitar jam 9 aku sudah berada pada meja registrasi dan singkat cerita mbak zhila mulai menanganiku. Mengecek kerusakan pada gigiku satu demi satu. Cukup lama dan cukup banyak alat yang masuk pada mulutku. Bahkan aku melakukan 2 kali rongen karena yang pertama gagal, kerusakan akar tak terlihat sehingga harus difoto ulang. Sepertinya mb zhila dan temannya juga bingung menganalisa kerusakan pada gigiku. Pengecekkan dilakukan kurang lebih selama 3 jam berjalan, baru aku ditangani langsung oleh dokter spesialis konservasi gigi, dokter chacha. Ya benarlah, dokter chacha tak mau menangani saat catatan mb zhilla tak lengkap. Hehe, hanya bisa bersabar dan bertahan menunggu catatan mb zhilla. Saat ditangani dokterpun, beliau harus bolak-balik ke ruanganku,. Bagaimana tidak, mb zhilla tak menyedikan kelengkapan alat-alat dengan baik. Sehingga dokter itupun jadi uring-uringan ga jelas. Sedikit galak sih, cantik. Namun aku percaya bahwa galaknya demi kebaikanku. Setelah dicek, dokter menyampaikan bahwa gigiku harus dibedah, lebih tepatnya di"insisi". Berjalanlah operasi gigi selama kurang lebih 45 menit tanpa diberikan bius. Aku harus menahan rasa sakit itu, karena hampir saja dokter chacha tak mau menanganiku saat aku menunjukkan ekspresi kesakitan. Ya memang, karena setauku dalam kode etik dokter tidak boleh ada penanganan pada saat pasien kesakitan. Operasi itu benar-benar membuatku depresi. Namun rasa sakit itu sedikit berkurang setelah aku di"insisi". Dokter menyampaikan bahwa kerusakan sudah mencapai percabangan akar. Itu berarti keseluruhan akar gigiku sudah terinfeksi. Karena infeksi berada didalam dan tertutup, akhirnya terjadi peradangan yang cukup parah. Setelah dibedah, dikeluarkanlah darah, nanah dan gas radang dari gigiku. Ternyata hal itulah yang membuatku sakit selama ini. Pilihanku untuk menahan rasa sakit saat dioperasi sebanding-lah dengan hasilnya. Namun diakhir operasi aku harus meneteskan kembali air mata. Dokter chacha menyatakan bahwa giiku sudah tak bisa lagi dipertahankan, diprediksi sudah muncul polip dan gigi sudah tak bisa lagi menopang karena sudah sedikit goyang. Finally, aku harus mencabut semua gerahamku. Harapan yang diberikan dokter Rofi untuk merawat gigiku kandas begitu saja. Tak apalah, jika itu yang terbaik...... -to be continued- 24/11/2013 (Eka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar