Dalam AlQuran, kita sering menjumpai lafadz "amar ma'ruf nahi munkar" di beberapa tempat. Sebagai contoh dalam QS. Ali Imran: 104, "Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung".
Dalam ayat lain disebutkan, "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah" (QS. Ali Imran: 110). Kata amar ma'ruf dan nahi munkar juga bisa ditemukan dalam QS. At Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A'raf: 165, Al Maidah: 78-79, serta masih banyak lagi dalam surat yang lain.
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma'ruf nahi munkar merupakan perkara yang benar-benar urgen (sangat penting) dan harus diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Secara global ayat-ayat ini menganjurkan terbentuknya suatu kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum, partai ataupun kumpulan individu-individu yang sevisi. Mereka yang dengan sadar melakukan hal baik ini tercatat sebagai muslim yang berjihad di jalan Allah swt. Rasulullah saw. bersabda:
”Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat adil (benar, lurus) kepada Sultan atau pemerintah/ pemimpin yang menyimpang”. (HR. Imam Tirmidzi)
Nampaknya di antara kewajiban asasi dalam Islam adalah kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Di mana kewajiban ini dijadikan oleh Allah Swt. sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan umat Islam.
Pada dasarnya ma’ruf adalah maa ‘arafahu al-aqlu wasy-syarru’ (sesuatu dianggap ma’ruf bila sesuai dengan ajaran Islam dan akal), sehingga ukuran kebaikan itu tidak terletak pada subyektifitas perorangan. Kita sering mendengar sesuatu baik, akan tetapi tidak jelas baik menurut siapa. ’Baik’ dalam hasanah kajian keislaman adalah baik menurut Allah dan baik menurut akal. Sedangkan al-munkar adalah maa ankara ‘alaihi aqlu wasy-syar’u (sesuatu yang diingkari oleh akal dan Islam). Jadi amar ma’ruf nahi munkar itu dua istilah terminologi dalam Islam, sehingga cara memahaminya harus dikembalikan kepada Islam pula.
Dalam Islam, Allah menganjurkan amar ma’ruf dan nahi munkar, baik kepada laki-laki maupun perempuan. Di dalam konteks rumah tangga, landasan ini menjadi penting untuk membangun relasi kesetaraan di antara keduanya. Di mana ada ketertindasan, di sanalah siapapun wajib membela dan berhak untuk dibela, baik dalam ranah domestik maupun publik. Apalagi sekarang undang-undang telah melegalkan kita untuk melaporkan bentuk kekerasan apapun yang terjadi dalam aspek kehidupan. Dalam kasus kekerasan yang terjadi di rumah tangga, kita bisa menggunakan UU PKDRT No.23/2004, sebagai landasan hukum disamping Alquran dan Hadis untuk menolak kekerasan (an-nahyil munkar). Namun sayang, perempuan dalam keluarga pada tahapan ini, seringkali merasa tak berdaya ketika harus berhadapan dengan superioritas lelaki. Relasi kuasa yang tidak setara antara suami isteri inilah yang menyebabkan perempuan acapkali menjadi korban kekerasan.
Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Maka barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan tangannya), hendaklah ia mengubah dengan lisannya, dan barangsiapa tidak mampu (mengubah dengan lisannya), hendaklah ia mengubah dengan hatinya, tetapi yang demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR. Muslim) Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemungkaran merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah. Sesuai dengan urutannya, setiap orang hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menghentikan kemungkaran dengan tangannya. Bila tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu juga, maka cukuplah hati kita mengingkari dan menolaknya, bukan justru mendukungnya.
Oleh sebab itu agar menjadi yang terbaik, hendaklah kita berani untuk melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan baik dalam rumah tangga maupun sosial di tengah masyarakat. Dengan menjadi umat terbaik, kita bisa memelihara kehidupan manusia dari berbagai macam keburukan dan kerusakan, mulai keburukan ahlak dalam rumah tangga, dunia pendidikan, sampai dalam sistem ekonomi, dan dunia politik. Upaya pemeliharan ini dapat kita lakukan dengan senantiasa menggulirkan amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan ajakan tersebut dapat berlangsung dengan baik, apabila kita memiliki kekuatan dan dukungan yang memadai. Kekuatan dan dukungan ini harus datang dari diri sendiri serta lingkungan, seperti keluarga, sahabat, dan masyarakat sekitar. Selain itu, amar ma’ruf nahi munkar hendaknya dilakukan dengan cara yang ihsan. Agar upaya mengajak kepada kebaikan ini tidak menyinggung perasaan orang lain atau berubah menjadi penelanjangan aib seseorang. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir'aun (QS. Thaha: 44).
Akhirnya, Islam sesungguhnya adalah agama yang berdimensi individual dan sosial. Sebelum memperbaiki orang lain setiap muslim, baik lelaki maupun perempuan hendaklah berintrospeksi dan berbenah diri. Sebab penyampaian amar ma'ruf nahi munkar yang baik adalah yang diiringi dengan keteladanan, agar dapat diimplementasikan dalam masyarakat secara berkesinambungan. Wallahu a’lamu bishawab. So kawan, jangan pernah takut ya untuk mengajak kebaikan. 16/11/2013 (Eka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar